Search

Dec 10, 2011

Tons of Love


The short story below is the 3rd part (last part)
of short story entitled Not You



Pagi tak pernah secerah ini, dan detak jantungku belum pernah sekencang ini. Aku sedang bersama Billy menikmati sarapan di sebuah kedai roti. Aku akhirnya memutuskan berangkat ke sekolah bersama Billy, sebenarnya bukan memutuskan, hanya saja Billy menjemputku lebih awal dari Choky, lagipula aku tak menganggap serius perkataan Choky, ah sudahlah! Kenapa aku jadi memikirkannya? Seharusnya aku menikmati sarapanku bersama Billy, orang yang sangat aku sukai. Billy mengajakku mampir untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah.

“Kenapa makanannya Cuma dipelototin Ra? Lo ga suka?” tegur Billy.
“Suka kok, suka…. cuma tadi ada yang gue pikirin aja kak.” jawabku.
“Mikirin apa? Mikirin Choky? Biar gue telepon dia deh, gue bilang lo lagi sama gue.” Billy memasukkan tangan ke saku celananya hendak mengeluarkan ponsel, namun aku segera mencegahnya.
“Ga usah kak, apaan sih? ngapain juga gue mikirin dia, yuk kak.. udah jam tujuh nih, nanti telat lagi.” selaku.
“Hmm.. oke, yuk!”

Sepanjang perjalanan menuju sekolah, aku hanya diam memandang ke ruas jalan dibalik jendela mobil Billy, sementara Billy masih berkonsentrasi menyetir di balik kemudinya. Sesekali Ia menanyakan  hal-hal kecil seperti makanan yang aku suka, restoran favorit, atau biasanya hang-out kemana aja. Aku hanya tak bisa mengendalikan diri, aku terlalu gugup berada di sebelah Billy, duduk sedekat ini dalam satu ruangan yang ada hanya kami berdua. Dan Billy adalah tipe cowok yang cuek, cool but care. Seperti sekarang ini, dia membukakan pintu mobil untukku, tidakkah itu berlebihan?
Aku hanya bisa tersenyum dan tak bisa menahan semu merah di pipiku, kami berjalan beriringan, dan aku tak tahu kenapa aku bisa sekaget ini ketika melihat sosok lelaki yang sedang duduk di atas sepedanya namun tidak sedang mengayuh, melainkan memandang ke arah kami dari kejauhan dengan wajah kaku dan pandangan yang begitu tajam,  seakan mampu menembus wajahku yang saat ini semakin merah padam, astagaaaa! Itu Choky, sepertinya dia sedang marah.
Aku ingin menghampirinya, namun ia sudah berbalik dan pergi mengayuh sepedanya, aku benci perasaan ini, perasaan bersalah pada Choky.
“Nara, lo ga apa-apa?” Tanya Billy.
“Ga kak, gue ke kelas duluan ya, thanks tumpangannya.” aku pergi meninggalkan Billy.
Entahlah, perasaanku begitu kacau, otakku dipenuhi dengan perasaan bersalah terhadap Choky, aku tak bermaksud untuk meninggalkannya, kan aku memang belum menyetujui ajakannya? Jadi terserah aku kan?
Aku benar-benar tak bisa berkonsentrasi di kelas, hingga bel istirahat pun berbunyi.
Aku memutuskan untuk diam saja di kelas, aku sedang tak ingin kemana-mana. Dan tiba-tiba saja ponselku berdering.

Hari ini gue lagi ga pengen ketemu elo, jangan tanya kenapa
Nanti malem gue jemput jam 7 oke!

Choky lagi? Apa maksud dari sms-nya? Dia mau mengajakku pergi? Dan malam hari?

Aku melemparkan tubuhku ke atas kasurku, aku lelah sekali hari ini, aku memilih untuk naik bis sepulang sekolah. Aku tak mau lagi semobil dengan Billy, aku hanya ingin tenang.
Ya Tuhan, kenapa aku harus terlibat dengan kedua cowok itu? Aku ingin kembali ke kehidupanku yang dulu, tenang dan tanpa mereka.

Aku baru saja mengeringkan rambutku yang basah karena habis keramas, dan Choky sudah meneleponku untuk segera bergegas karena dia sudah menungguku di bawah. Oh betapa menyebalkan orang ini. Aku segera mengenakan kemeja kebesaranku yang berwarna putih dan celana jeans pipa favoritku, aku memakai asal-asalan flat shoes andalanku dan tentu saja rambutku yang masih setengah basah, berantakan sekali aku hari ini.

Choky sudah berdiri di sebelah motor gedenya, dengan kaos turtle neck dan jaket jeans belel, celana jeans skinny dan sneaker yang melekat di kakinya, ia lalu membuka kacamata hitamnya untuk sekedar melemparkan senyum untukku.
Yah, jujur saja dia kelihatan lebih keren di luar seragam sekolahnya, dan aku benci harus mengakuinya.

“Ayo naik!” Katanya sambil menepuk jok belakang motornya, dan aku benci melihat senyumnya yang menyebalkan itu, aku hanya benci karena dia terlihat semakin tampan, ah! perasaan macam apa ini. Akupun duduk di belakangnya dan dia menarik gas dengan kencang sehingga aku terkaget lalu reflek memeluknya. Sial!

“Ternyata lo pengertian banget ya? Belum gue suruh udah peluk duluan.” katanya menyeringai.
Aku sentak melepaskan pelukanku, namun dia justru menarik tanganku dengan salah satu tangannya, dan melingkarkan tanganku di pinggangnya sambil mengemudikan motornya, ia terus menggenggam tanganku, dan anehnya aku mulai menyukai itu, aku sangat menikmati duduk di belakangnya dan memeluknya, walau kesannya terpaksa tapi jujur aku suka melakukannya.

“Ra, udah sampai nih, lo tidur ya?” Choky menoleh ke arahku.
“Enak aja lo! Siapa yang tidur? Iya gue turun!” jawabku ketus.
“Haha.. marah-marah mulu lo, hari ini ga ada marah-marah ya, karena seharusnya gue yang marah.” Katanya sambil memarkirkan motornya.
“Kenapa lo mesti marah? Aneh!”
“Kenapa? Ya marahlah, pacar gue pergi sama cowok lain, dan cowok itu sahabat gue sendiri.” katanya sambil melengos.
“Gue ga pergi, Cuma dianter sekolaaaaah…..”
“Ya, sama aja artinya lo selingkuh.”
“Gue ga selingkuh, kan cuma dianter sekolah doang?” aku bergumam dan segera menyadari sesuatu. “Heh! Lagipula ga bisa dikatakan selingkuh juga, kan elo bukan pacar gue!”
“Udah yuk jalan, gue ga mau ngerusak mood hari ini.” Lalu ia menarik dan menggenggam tanganku.

Kita lagi ada di taman bermain, disini bukan tempat favoritku, aku tidak suka tempat ramai. Namun di malam hari, tempat ini tidak begitu ramai, tempat ini dipenuhi dengan pepohonan yang rindang, ruas-ruas jalan yang terlihat sejauh mata  memandang dan tentu saja banyak arena permainan disini. Kita berjalan bergandengan melewati jalan setapak, angin malam menerbangkan rambutku yang tergerai di seputar bahu, aku menikmatinya.

“Ga sesuai keinginan lo ya? Mungkin lo pikir gue bakal ngajak lo nonton, atau makan di restoran, tapi malah ngajakin lo ke tempat beginian.” Katanya sambil sesekali memandang ke arahku.
“Gue ga heran kok, kapan sih lo bisa jadi orang yang menyenangkan? Lo selalu melakukan hal yang lo mau tanpa nanya dulu ke gue.” cetusku.
“Haha.. sorry deh, lain kali kita pergi ke tempat yang lo mau, sekarang lo nikmatin aja dulu ini ya.” katanya, sementara aku hanya melengos tak mempedulikannya.

Begitu banyak arena permainan yang kami nikmati, dia berhasil membuatku senang hari ini, ternyata dia tidak menyebalkan seperti biasanya, terkadang dia begitu manis. Dia membelikanku kembang gula dan es krim dengan menghilang terlebih dahulu dan tiba-tiba saja dia muncul membawakan aku kembang gula, es krim, boneka-boneka hadiah dari permainan yang ia menangkan, dan itu dia lakukan berkali-kali. Manis sekali kan? He made my day!

Dia masih menggenggam tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang es krim, dan tangan kiri Choky membawa boneka yang ia berikan kepadaku. Kami hanya saling diam, dan aku tersenyum dan kurasakan pipiku mulai bersemu.
Dan tiba-tiba saja kami berpapasan dengan Billy yang sedang menggandeng tangan seorang perempuan, namun kulihat Billy segera melepaskan genggaman tangannya.
Perempuan itu cantik, tubuh semampai dengan rambut panjangnya yang ikal dan hitam pekat--indah sekali, bahkan aku yang perempuan saja terpesona melihatnya tersenyum ke  arah kami.

“Kalian disini juga? Kok lo ga bilang gue Chok? Kan bisa bareng aja.” Billy menyapa lebih dulu.
“Kenapa gue harus bilang? Gue cuma pengen berdua aja sama cewek gue.” Jawab Choky ketus.
“Oh jadi ini cewek kamu? Kalian serasi banget.” Kata perempuan itu.
“Iya dong, kita emang serasi BANGET!” sahut Choky dengan nada yang sedikit ditekankan, sambil merangkulku.
“Oh ya Ra, kenalin ini Sherly, dia…” belum selesai Billy berbicara, Choky sudah menyelanya.
“Okay guys! Gue mau ke tempat lain nih sama Nara, have fun ya…” Choky menarikku dan meninggalkan tempat itu, wajahnya menunjukkan garis kaku, aku tak tahu apa yang terjadi diantara mereka. Aku hanya mengikuti kemana langkah Choky membawaku.

Dan tiba-tiba saja Choky mengajakku berlari, menaiki jalanan yang menanjak dan masuk ke lorong-lorong bangunan tua yang dindingnya sudah terkelupas dan dipenuhi lumut di dasar bangunannya.

“Lo ngajak gue kemana? Kenapa tempatnya serem dan gelap banget?” tanyaku.

Namun Choky tidak menjawab pertanyaanku, melainkan meracau dengan kata-kata yang tidak aku mengerti.

“Dia dulu cewek gue, dan gue dulu sayang banget sama dia tapi sekarang gue benci banget sama dia, gue ga akan pernah bisa maafin dia.” Katanya dengan gigi terkatup dan terus menarik tanganku sambil berjalan cepat, napasnya memburu, dia tampak begitu marah.

“Gue ga pernah berharap buat ketemu dia lagi, kenapa gue harus ngeliat dia!” Choky terus meracau.
“Chok, gue capek bisa berhenti sebentaaar aja?” kataku sambil terengah-engah mengatur napasku, Choky berhenti dan memandang ke arahku, lalu memelukku.
“Maafin gue Ra, gue terlalu emosi, gue ga bisa mengontrol diri gue sendiri.” Choky memelukku lebih erat, tubuh jangkungnya seakan menyelimuti tubuh mungilku, bisa kurasakan napasnya dan degup jantungnya. Lalu aku mulai berbicara perlahan.

“Jadi Sherly itu mantan pacar lo? Dan sekarang dia pacaran sama Billy?” aku bertanya dengan sangat hati-hati.
“Iya, ternyata mereka selingkuh di belakang gue, saat itu Billy juga punya pacar dan dia juga dalam keadaan berselingkuh.” Ada jeda sebentar, lalu Choky melanjutkan “Gue ngeliat dengan mata kepala gue sendiri, mereka berdua berciuman, saat gue ga sengaja masuk ke kamar Billy, entahlah… gue cuma liat sampai disana aja, karena gue langsung pergi.” Dan dia kembali diam, lalu melanjutkan lagi. “Haha.. lucu ya? Gue dikhianati pacar dan sahabat sendiri.”

Aku hanya diam, dengan ragu-ragu aku menepuk pundaknya. Aku tak tahu harus bagaimana, aku tak pernah melihatnya semarah ini. Dia hanya duduk diam, menekuk lututnya sambil menatap lurus ke depan, pandangan kosong.
Sesaat kemudian, ia menoleh ke arahku dan berkata “Lo ga apa-apa kan?”
“Iya tentu aja ga apa-apa, emang kenapa?” tanyaku heran.
“Lo beneran ga apa-apa ngeliat Billy bawa pacarnya? Bukannya lo suka Billy?”
“Hmmm… gue juga ga tau, perasaan itu tiba-tiba aja hilang, dan gue baik-baik aja ngeliat Billy punya pacar, it feels like my feeling to him has gone.” Jawabku sambil mengangkat bahu.
“Maksud lo? Lo udah ga ada perasaan apa-apa lagi sama Billy?”
“Iyaaa, gue juga ga ngerti, gue ngerasa biasa aja, dan jujur gue malah cemburu waktu tau ternyata cewek cantik yang hampir sempurna itu adalah mantan lo.” jawabku sambil menunduk dan bisa kurasakan pipiku memanas.
“Apa? Lo tadi bilang apa? Lo cemburu karena gue? Bukan karena Billy?” Tanya Choky terperangah.
“Ga tau deh, lupain aja.. mmmmhhhh… balik yuk, udah malem banget nih.” Aku segera bergegas dan berdiri, aku hanya merasa gugup dan deg-degan. “Sial! kenapa gue harus ngomong kayak gitu?” rutukku dalam hati.
“Heh tunggu dulu!” Choky menarik tanganku dengan sigap, lalu ia menatapku lekat.

Choky menatapku sepersekian detik, memelukku dengan dekapan yang sangat hangat, lalu tiba-tiba saja ia mengecup bibirku, aku tersentak berusaha melepaskan pelukannya.
Namun Choky bukannya melepaskanku, dia justru mencium bibirku semakin dalam dan aku mulai menyukainya dan mebalas ciumannya, dekapannya semakin erat, dia begitu hangat.

Lalu sesekali ia memandangku dan membelai rambutku dengan lembut, pandangan matanya yang tajam dan senyumnya yang selalu memunculkan sepasang lesung pipit yang bernaung di kedua pipinya.

“Nara, sekarang kita resmi pacaran, lo baru aja cium gue kaaan?” Choky mulai menggodaku lagi.
“Lo ngerusak mood gue, gue mau pulang!” aku hendak melepaskan pelukannya namun aku lupa satu hal, dia jauh lebih kuat dariku.
“Eits! Gitu aja ngambek, lo mau gue cium lagi?”
“Lo emang nyebelin!” aku hampir menangis karena digoda olehnya, tapi aku segera tertawa karena dia memelukku dari belakang dan menggelitik pingangku, dia memang selalu pintar mengendalikan suasana, that’s why I like him, no! I love him!

“Lo ga boleh lagi dianter sekolah atau pergi-pergi sama Billy oke! Just don’t!” ancamnya.
“Iya, gue maunya naik sepeda bareng lo lagi.” jawabku sambil menarik pipinya dengan kedua tanganku.

You know why I said that? Gue cuma ga mau kehilangan lagi! I just don’t want to lose you.
katanya sambil memelukku.
“Never” jawabku balas memeluknya.
Lalu ia mengecup keningku dan aku rasa bangunan tua ini akan runtuh karena menanggung berton-ton cinta antara aku dan Choky.



Part 1 Not You
Part 2 Short Kiss

Story by : Risty
Backsong : Owl City - I'll meet you there

No comments: