Search

Nov 6, 2011

I Wanna Dance With You Forever


#11Projects11Days #Day7 #DanceWithMyFather Nulis Buku @Nulisbuku


Sebelas tahun telah berlalu ketika kenangan itu pergi bersama gelak tawa dan semua kelakarnya.
Ketika kepolosan itu tak lagi ada padaku, ketika aku masih suka bermanja dan bersembunyi di balik punggunggmu.
Dan ketika kau bisa menghabiskan setiap sisa waktumu untuk menari bersamaku dan Mama.
Karena sesungguhnya aku rindu padamu..
Papa..

Hari ini adalah ulang tahunmu Papa, ini adalah kali ke sepuluh aku merayakannya dengan Mama, tanpa kehadiranmu disini Papa.
Aku rindu, sangat merindukanmu Papa.
Begitu juga Mama yang selalu membuatku tegar untuk merelakan kepergianmu, walaupun tak jarang aku menemukan Mama menangis di balik ruang gelap di rumah ini.
Maafkan aku Papa, seharusnya aku yang bisa menghibur Mama, namun aku tak cukup kuat, aku terlalu menginginkanmu disini Papa.
Aku ingin melihatmu lagi meniup lilin ulang tahunmu bersamaku dan Mama.

“Bianca sayang, ayo kita berdoa sebelum kita meniup lilinnya untuk Papa.” Mama memelukkku lembut dan membuyarkan lamunanku.
“Iya Ma, Bianca kangen Papa, Ma..” aku balas memeluk Mama dan menatapnya.
“Mama juga, Papa juga pasti kangen sama kita dan Papa pasti ga suka ngeliat kita sedih.”
“Ma, sekarang Bianca udah besar, kenapa Bianca masih suka cengeng? Kenapa Bianca ga bisa tegar kayak Mama?” suaraku bergetar, berusaha menahan air mataku.
“Papa udah tenang sekarang, jadi sekarang kita hanya perlu mendoakan Papa, agar sehat selalu disana.” Mama membelai rambutku dengan lembut dan kita menuju ruang tengah bersama.

Ketika aku dan Mama mulai memejamkan mata, berdoa untuk Papa, seketika bayangan itu berkelebat di kepalaku, membawaku pada peristiwa sebelas tahun lalu.

***

I still carry on and..
I still walk around and..
I still feel the warming glow..

Alunan lagu I Still Carry On milik Michael Learns To Rock membawaku dalam pelukan Papa, kami selalu menari bersama dengan diiringi lagu ini. Papa menarik tanganku, memutar tubuhku, membuatku terlihat seperti seorang putri. Bahkan aku pernah memecahkan vas bunga kesayangan Mama karena aku begitu antusias dan bersemangat, lalu Mama pun memarahiku dan aku selalu bersembunyi di balik punggung Papa.
Papa berbalik, menarik tanganku dan membawaku kehadapan Mama, mengajarkanku cara meminta maaf ketika aku telah melakukan kesalahan.
Papa tak pernah salah di mataku, Papa selalu membuatku berani untuk mengakui kesalahanku dan meminta maaf atas kesalahan yang aku lakukan.

“Kenapa vas bunga Mama dipecahin? Sini kamu Biancaaaa…” Mama menegurku, aku ketakutan dan memeluk pinggang Papa, karena pada saat itu umurku masih 8 tahun, tinggiku masih setengah dari tinggi badan Papa.
“Kenapa kamu sembunyi sayang? Ayo minta maaf sama Mama.” Bujuk Papa dengan lembut.
“Bianca ga berani Pa, takut dimarah Mama.”
“Ga akan dimarah kalo kamu berani minta maaf dan menyesali kesalahanmu, let’s try to apologize, dear.” Papa meyakinkanku dan membuatku menuruti perintahnya.

“Ma, Bianca minta maaf, lain kali Bianca ga akan bikin Mama marah lagi.” Aku menunduk dan menarik ujung kemeja Mama, merengek minta maaf dengan segala kepolosanku.
“Kamu tau ga? Kamu udah melakukan kesalahan, dan kamu udah berani minta maaf jadi Mama maafin, tapi jangan diulangi lagi, karena ini adalah sebuah kesalahan, mengerti?” Mama berbicara tegas padaku dan aku hanya mengangguk lalu berlari ke pelukan Papa.
Aku sangat ketakutan pada waktu itu, aku merasa sangat bersalah pada Mama, namun Papa selalu menghiburku dengan menceritakan sedikit lelucon yang selalu membuatku berhasil tertawa dan merasa nyaman. Papa bisa melakukan apapun, sampai pada suatu saat akupun bertanya.

“Pa, Bianca suka menari sama Papa! Bianca suka lagu ini!” Aku terus menari dengan semangat dan medongak ke arah Papa, sementara musik terus mengalun.
“Papa juga suka sayang! Ayo kita terus menari!.” Papa menarikku dengan keras dan membuat kakiku tak menyentuh lantai, Papa mendekapku dalam pelukannya. Aku sangat bahagia saat itu.
“Pa, sampai kapan kita akan berhenti menari?”
“Sampai musik ini berhenti! Ayo kita menari lagi!” Papa begitu bersemangat.
“Bianca ga mau, Bianca mau terus menari sama Papa, biarpun musiknya udah berhenti.” Rengekku.
“Untuk hari ini, sampai disini dulu, Papa mau berangkat ke kantor,kamu juga harus ke sekolah kan? nanti kalo Papa udah pulang kita akan menari lagi, setuju?” Papa tersenyum dan meyakinkanku, membelai rambut hitamku, dan mengecup keningku yang terhalangi oleh poni.

Hari sudah malam, tapi Papa belum juga pulang dan aku bertanya pada Mama.
“Ma, Papa kok belum pulang? Kita kan udah janji mau menari bersama.” Tanyaku.
Mama sedang merapikan pakaian yang baru saja selesai disetrikanya, lalu Ia memegang bahuku pada kedua sisinya dan berkata.
“Mama telepon Papa dulu ya, mungkin Papa lagi ada rapat.”
Sebelum Mama menelepon, telepon rumahku pun berdering terlebih dahulu, aku tak mengerti apa yang dibicarakan Mama dengan orang di telepon itu, namun aku melihat air mata Mama menetes, iya! Mama menangis! Aku berlari ke arah Mama, memeluknya karena aku ketakutan melihat Mama menangis, Ia balas memelukku dan menangis hingga bajuku basah, namun aku sedikitpun tak mengerti apa yang membuat Mama menangis.

Mama tak berkata apa-apa padaku, Mama hanya pergi meninggalkanku, bergegas mengendarai mobilnya, sementara aku di rumah hanya bersama mbak Ratna, pembantuku. Mbak Ratna juga memelukku dan menangis, aku bertanya padanya kenapa semua orang menangis, namun Ia hanya mengatakan padaku jika Ia yang akan menemaniku tidur malam ini.

Pagi pun datang, dan aku menemukan rumahku begitu sepi hanya ada aku dan mbak Ratna, Papa belum juga pulang, aku lelah menunggu, pikirku saat itu Papa telah mengingkari janjinya untuk menari denganku.
Lalu Mama datang, dengan matanya yang sembab dan ia berpakaian serba hitam.

“Bianca, ayo mandi, kita harus pergi.” Kata Mama lembut.
“Pergi kemana Ma, Bianca mau berangkat sekolah sama Papa.” Kataku, lalu Mama berjongkok menyamai tinggi badanku, dan memelukku.
“Kita mau nganterin Papa, tadi Mama sudah bilang ijin sama guru kamu di sekolah.” Bisa kudengar ada getar pada suara Mama.
“Memang Papa mau pergi kemana Ma?”
“Papa mau pergi ke tempat yang sangat indah, namanya surga.” Aku lihat ada senyum di bibir Mama.
“Surga? Bianca mau ikut Papa! Bianca mau menari sama Papa disana!” pekikku histeris.
“Ga bisa sayang, kamu tetap tinggal disini sama Mama.”
“Ga mau Ma! Bianca mau ikut Papa!” aku berteriak dan Mamapun menangis, aku merasa sangat bersalah dan memeluk Mama.
“Kamu ga bisa ikut Papa sayang, kamu harus tetap disini sama Mama, Mama ga akan kuat kalo ga ada kamu, Mama bertahan untuk kamu sayang.” Mama menangis dan memelukku semakin kencang, akupun ikut menangis bersama Mama, walaupun aku tidak mengerti tentang apa yang dikatakan Mama pada saat itu. Aku hanya tak bisa melihat Mama menangis dan sedih karena tak bisa ikut bersama Papa ke Surga.

Dan semakin aku tumbuh besar, akupun semakin mengerti kepergian Papa. Papa kecelakaan dalam perjalanan pulang, Papa meninggal di tempat kejadian karena kehabisan darah, dan mulai saat itupun aku sadar, aku tak akan bisa lagi menari bersama Papa dan tak bisa lagi bersembunyi di balik punggunggnya.

***
Aku membuka mataku dan meniup lilin ulang tahun bersama Mama, walaupun Papa tak ada disini tapi aku merasakan kehadirannya.

Seandainya saja lagu I Still Carry On tidak berhenti, aku pasti masih menari dengan Papa.
Seandainya ada lagu lain yang bisa kuputarkan untuk menari dengan Papa, aku akan memilih lagu yang tak akan pernah berhenti, lagu yang tak akan pernah berakhir, sehingga aku terus bisa menari dengan Papa.

Ini sudah sebelas tahun Pa, umurku sudah 19 tahun sekarang, tapi aku masih gadis kecilmu.
Aku sekarang sudah duduk di bangku kuliah, aku berharap kau bangga padaku.
Apa kau bisa melihatku? Apa kau tahu betapa aku merindukanmu?
Apa kau bisa melihat betapa aku mencintaimu?
Aku tau, kau selalu denganku ketika aku jatuh.
Aku mencoba untuk tidak bersedih, namun aku tak bisa.
Aku berharap kau tau, kau adalah pahlawanku!
Aku sangat mencintaimu Pa, aku ingin menari lagi denganmu.

Aku berkata dalam hati sebelum aku merebahkan tubuhku dia atas tempat tidur.

Aku melihat Papa duduk di sisi tempat tidurku, tersenyum dan membelai rambutku. Aku bangkit dan balas memeluk Papa, namun Papa hanya balas memelukku tanpa berbicara sedikitpun, aku mengatakan aku sangat merindukannya, namun Papa tetap diam, lalu melepaskan pelukanku.
Seketika semuanya menjadi gelap dan aku kehilangan jejak Papa, aku berteriak menangis memanggil Papa.

“Kamu kenapa sayang?” Mama memeluk dan menenangkanku.
“Bianca tadi liat Papa, Ma..” aku memeluk Mama dan air matakupun jatuh, namun Mama hanya diam dan memelukku semakin erat, memintaku untuk kembali tidur.

Saat itu aku sadar, bahwa aku hanya bermimpi..
Aku hanya begitu merindukan Papa..


Story by: Risty
Based on song : Luther Vandross - Dance with my father
This story was made on project: #11Projects11Days @Nulisbuku #Day7 "Dance with my father"

No comments: